Jumat, 23 Mei 2008

Ketika Anggota Dewan "Diadili" Para Pelajar...





SUASANA lapangan basket SMAN 1 Margahayu Kab. Bandung mendadak riuh, Rabu (14/5) siang. Meski duduk beralas terpal plastik di bawah tenda parasut besar, sekitar 600 siswa sekolah itu tampak sangat antusias menyampaikan unek-uneknya kepada tiga anggota DPRD Kab. Bandung yang ada di hadapan mereka. Tak hanya mengeluarkan saran, beberapa siswa bahkan memberikan sejumlah solusi yang seharusnya dilakukan wakil rakyat.

"Masyarakat Kab. Bandung sekarang sudah cukup susah, Pak. Gaji dewan kan besar, kenapa tidak dipotong saja gaji Bapak yang besar itu untuk diberikan kepada yang tidak mampu?" saran Sari (16), salah seorang siswi.

"Di daerah saya di Soreang akan dibangun mal. Menurut saya tak usah dibangun, Pak. Mal yang ada di Jln. Kopo juga tidak laku, apalagi di Soreang," kata siswa lainnya.

Pertanyaan serta saran terus dilontarkan siswa-siswi tersebut. Mulai dari masalah tak adanya tempat untuk menyalurkan kreativitas musik di Kab. Bandung hingga permasalahan sampah yang banyak menumpuk.

Sesekali, tepuk tangan sangat riuh terjadi saat ada siswa menyampaikan pertanyaan dengan lantang tanpa tedeng aling-aling. Ketiga anggota DPRD yang duduk di sofa di depan ratusan pelajar itu hanya mesem-mesem.

Ketiga anggota DPRD yang menghadapi ratusan siswa itu adalah Ahmad Najib Qodratulloh (PAN), Tubagus Radithya (Golkar), dan Dentarsa Deni (PDIP). Para anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung itu sengaja hadir di tengah ratusan siswa SMAN 1 Margahayu untuk mengisi masa reses mereka. Bentuk reses yang terbilang baru dan inovatif ini, dinilai ketiga anggota dewan itu cukup efektif dalam menyerap aspirasi. Selain itu, juga dapat dijadikan ajang pembelajaran demokrasi di tingkat pelajar.

Berbagai pertanyaan dijawab secara sistematis oleh ketiga anggota DPRD Kab. Bandung itu. Mereka bahkan menjelaskan jumlah besaran gaji atau tunjangan yang diterima setiap bulan yang nilainya mencapai Rp 10,3 juta dalam bentuk tunjangan sarana serta uang tunai.

Mereka juga mengajak seluruh siswa di sekolah itu untuk menyampaikan aspirasinya langsung ke gedung DPRD Kab. Bandung di Soreang. Jika tak bisa datang ke Soreang, ketiga anggota DPRD ini juga menerima masukan melalui blog mereka di internet.

Najib mengaku tidak menyangka, ternyata para pelajar memiliki kesadaran yang sangat tinggi terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Dipilihnya sekolah sebagai tempat untuk menyerap aspirasi warga selama masa reses, menurut dia, cukup efektif karena selama ini suara pelajar tak pernah terakomodasi pemerintah. Ketiga anggota DPRD itu kemudian sepakat untuk menjadwalkan pertemuan dengan pelajar setiap kali masa reses.

Baik Najib maupun Radithya mengaku sempat gugup menghadapi para pelajar ini. Mereka bahkan mengaku keteteran oleh berbagai pertanyaan kritis dari siswa. "Kalau konstituen kita di parpol, mana berani mereka menanyakan secara gamblang gaji yang diterima kita di dewan? Saya bangga karena pelajar justru lebih terbuka dalam menyampaikan asirasinya," kata Radithya.

Ia memuji antusiasme para pelajar. Itu menggambarkan bahwa ratusan generasi muda ini memiliki mimpi terhadap kemajuan Kab. Bandung.

Proses penjaringan aspirasi dari pelajar ini semakin ramai, saat pelajar disuguhi coaching clinic gitar oleh sejumlah gitaris kenamaan Bandung, seperti Bengbeng (PAS Band) dan Agung (Burgerkill). Ketiga anggota DPRD itu ternyata memang sengaja membumbui dialog pendidikan politik tersebut dengan hiburan agar dapat lebih diterima para pelajar. (Deni Yudiawan/"PR")***

Tidak ada komentar: